Minggu, 24 Mei 2009
Para penggemar drama Asia di Indonesia dapat dipastikan telah mengenal serial drama populer asal Taiwan, apalagi kalau bukan “Meteor Garden”. Masih segar ingatan kita bahwa serial drama tersebut yang menyuguhkan kisah cinta seorang gadis miskin bernama San Chai (Barbie Hsu) dengan Dao Ming She (Jerry Yan). Lika-liku kisah San Chai dengan Dao Ming She yang harus melalui jalan terjal ternyata mampu membuat fenomena menggemparkan di Indonesia karena tidak terduga mampu membuat euforia drama Asia di kalangan pemirsa televisi Indonesia. Serial drama Meteor Garden yang ditayangkan di Indosiar pada tahun 2002 itu datang pada saat tepat karena saat itu para pemirsa televisi Indonesia sudah mulai jenuh disuguhi tayangan drama luar negeri dari belahan dunia Barat seperti halnya telenovela. Ditambah pula saat itu di SCTV sedang gencar-gencarnya trailer sinetron Siapa Takut Jatuh Cinta? (diperankan Leony, Indra L. Bruggmann, Roger Danuarta, Ijonk, Steve Emmanuel produksi Prima Entertainment yang kala itu milik Pak Leo Sutanto, sekarang bos SinemArt) yang mana Indosiar telah mencuri start duluan menayangkan MG dan kebetulan pemirsa yang menyaksikan Indosiar pada Senin pkl. 22.00 merasa ada kemiripan cerita dan karakter diantara keduanya. Timbullah rasa penasaran dan saling ngobrol sana-sini sehingga jumlah penonton Serial Meteor Garden bertambah, rating tinggi walau tak dipasang di primetime.
Para pemirsa Indonesia terutama para kaum muda yang sebenarnya sudah lama menikmati produk-produk sinema Asia di Indosiar seperti serial kungfu atau film aksi laga Hong Kong dan Jepang namun seperti baru menemukan oase dari kedahagaan akan tayangan drama Asia yang menyajikan kisah cinta romantis, persahabatan dan perjuangan meraih cita-cita di kota metropolitan Asia.
Selain kisah yang mengena di hati, juga karena dari sisi budaya yang disuguhkan drama Asia tersebut lebih dekat dengan budaya Indonesia jika dibandingkan dengan budaya modernitas dan kemajuan teknologi secara masif melalui produk tayangan dunia Barat sehingga lebih mudah diterima.
Selain itu, fenomena baru ini juga memperlihatkan bahwa pemirsa televisi Indonesia lebih mudah merasakan pengalaman atas misalnya bagaimana modernitas dan ide kemajuan itu dirasakan sendiri oleh orang Asia, baik melalui cerita orang Asia yang tinggal di negeri-negeri Barat atau mereka yang tinggal di negara-negara Asia yang lebih maju. Dengan kata lain, Asia yang mengkonsumsi Asia sendiri.
Seperti yang dikatakan oleh Rob Wilson dalam bukunya “Korean cinema on the road to globalization: tracking global/local dynamics, or why I’m Kwon-Taek is not Ang Lee” pada tahun 2001 bahwa Asia adalah juga pengirim pesan kebudayaan (a sending culture), yang dalam kasus ini lebih diperhatikan daripada Amerika Serikat atau negara Barat lain.
Nah, pada saat televisi-televisi lain di Indonesia lebih sibuk berlomba-lomba menyajikan tayangan dari dunia Barat, Indosiar telah membaca arah perubahan selera pemirsa Indonesia terutama di kalangan kaum muda. Tidak heran jika serial Meteor Garden di Indosiar pun meledak dan kemudian disusul dengan serial drama dari Korea Selatan yaitu “Endless Love” yang dibintangi Song Hye Kyo dan Song Seung Hun pada tahun sama.
Tayangan drama Korea yang mengharubiru hati tersebut di Indosiar itu menimbulkan fenomena tersendiri karena mampu membuat para pemirsa Indonesia menjadi gandrung akan segala hal yang berbau Korea, tidak hanya serial drama saja, juga film-film Korea dan para bintang Korea Selatan yang sebelumnya masih asing, mendadak banyak dikenal dan disukai di Indonesia.
Melihat kesuksesan tayangan drama Asia seperti yang disebutkan di atas, Indosiar kemudian menyajikan banyak drama populer tidak hanya dari Taiwan dan Korea namun juga drama dari Jepang, yang populer dengan istilah dorama. Masih ingatkah Anda dengan dorama Jepang “Beautiful Life” yang dibintangi Takuya Kimura dan Takako Tokiwa di Indosiar pada tahun 2004.
Dengan banyaknya tayangan drama Asia oleh Indosiar sejak tahun 2002 itu itulah yang membuat pemirsa Indonesia begitu fasih membicarakan tentang Song Hye Kyo, Bae Young Jun, Kwon Sang Woo, Takuya Kimura, Kyoko Fukada, Barbie Hsu, F4, Rainie Yang, dan banyak lagi. Terlebih lagi popularitas drama Asia pun terdorong mengekornya para stasiun televisi lain untuk mengikuti jejak Indosiar dalam menayangkan serial drama Asia di layar kaca Indonesia.
Euforia drama Asia di Indonesia juga mendorong para penggemarnya ingin lebih jauh mengetahui segala hal tentang drama tersebut dan juga para artisnya. Tidak heran jika sejak popularitas Meteor Garden meledak, muncul banyak majalah atau tabloid hiburan yang memfokuskan pada seluk beluk drama Asia maupun para bintangnya.
Dalam hal ini, Indosiar patut berbangga karena mampu menjadi ‘trendsetter’ genre drama Asia di tidak hanya di layar kaca Indonesia, namun juga mampu membuat pemirsa drama Asia ingin mengetahui lebih jauh tentang drama tersebut beserta artisnya dalam berbagai bentuk media massa termasuk Internet.
Tidak hanya itu, Indosiar juga menfasilitasi kedatangan para artis drama Asia untuk berjumpa dengan para penggemarnya seperti F4 dan Barbie Hsu, Kwon Sang Woo, Rain dan banyak lainnya sehingga fenomena drama Asia tetap bertahan hingga sekarang. Pada akhir tahun 2005, Indosiar kembali membuat terobosan cukup berani karena menayangkan serial drama Asia dari Korea yang bertema sejarah, bukan drama bertema percintaan seperti biasanya. Apalagi kalau bukan serial “Jewel in The Palace”.
Pada awalnya serial drama sejarah berseting pada masa Dinasti Joseon awal abad ke-16 di Korea yang dibintangi Lee Young Ae tersebut diragukan mampu merebut hati pemirsa Indonesia karena temanya lebih “berat”, namun ternyata mampu meledak di pasaran.
Fenomena tersebut menyadarkan kita bahwa penggemar drama Asia tidak hanya suka mengkonsumsi kisah-kisah cinta belaka namun juga bisa menikmati kisah bertema lain seperti perjuangan seorang wanita bernama Jang Geum (Lee Young Ae) dari seorang koki Istana menjadi seorang tabib (dokter) yang pertama di kerajaan dinasti Joseon tersebut.
Kisah tersebut yang membawa pesan moral, sifat tidak putus asa, kebangkitan perempuan, kesederhanaan dan etika itu ternyata bisa disukai pemirsa layar kaca Indosiar, tidak hanya kaum wanita, namun juga hampir semua kalangan tidak peduli pria-wanita, tua-muda, miskin-kaya, ganteng-jelek.
Para pemirsa Indonesia terutama para kaum muda yang sebenarnya sudah lama menikmati produk-produk sinema Asia di Indosiar seperti serial kungfu atau film aksi laga Hong Kong dan Jepang namun seperti baru menemukan oase dari kedahagaan akan tayangan drama Asia yang menyajikan kisah cinta romantis, persahabatan dan perjuangan meraih cita-cita di kota metropolitan Asia.
Selain kisah yang mengena di hati, juga karena dari sisi budaya yang disuguhkan drama Asia tersebut lebih dekat dengan budaya Indonesia jika dibandingkan dengan budaya modernitas dan kemajuan teknologi secara masif melalui produk tayangan dunia Barat sehingga lebih mudah diterima.
Selain itu, fenomena baru ini juga memperlihatkan bahwa pemirsa televisi Indonesia lebih mudah merasakan pengalaman atas misalnya bagaimana modernitas dan ide kemajuan itu dirasakan sendiri oleh orang Asia, baik melalui cerita orang Asia yang tinggal di negeri-negeri Barat atau mereka yang tinggal di negara-negara Asia yang lebih maju. Dengan kata lain, Asia yang mengkonsumsi Asia sendiri.
Seperti yang dikatakan oleh Rob Wilson dalam bukunya “Korean cinema on the road to globalization: tracking global/local dynamics, or why I’m Kwon-Taek is not Ang Lee” pada tahun 2001 bahwa Asia adalah juga pengirim pesan kebudayaan (a sending culture), yang dalam kasus ini lebih diperhatikan daripada Amerika Serikat atau negara Barat lain.
Nah, pada saat televisi-televisi lain di Indonesia lebih sibuk berlomba-lomba menyajikan tayangan dari dunia Barat, Indosiar telah membaca arah perubahan selera pemirsa Indonesia terutama di kalangan kaum muda. Tidak heran jika serial Meteor Garden di Indosiar pun meledak dan kemudian disusul dengan serial drama dari Korea Selatan yaitu “Endless Love” yang dibintangi Song Hye Kyo dan Song Seung Hun pada tahun sama.
Tayangan drama Korea yang mengharubiru hati tersebut di Indosiar itu menimbulkan fenomena tersendiri karena mampu membuat para pemirsa Indonesia menjadi gandrung akan segala hal yang berbau Korea, tidak hanya serial drama saja, juga film-film Korea dan para bintang Korea Selatan yang sebelumnya masih asing, mendadak banyak dikenal dan disukai di Indonesia.
Melihat kesuksesan tayangan drama Asia seperti yang disebutkan di atas, Indosiar kemudian menyajikan banyak drama populer tidak hanya dari Taiwan dan Korea namun juga drama dari Jepang, yang populer dengan istilah dorama. Masih ingatkah Anda dengan dorama Jepang “Beautiful Life” yang dibintangi Takuya Kimura dan Takako Tokiwa di Indosiar pada tahun 2004.
Dengan banyaknya tayangan drama Asia oleh Indosiar sejak tahun 2002 itu itulah yang membuat pemirsa Indonesia begitu fasih membicarakan tentang Song Hye Kyo, Bae Young Jun, Kwon Sang Woo, Takuya Kimura, Kyoko Fukada, Barbie Hsu, F4, Rainie Yang, dan banyak lagi. Terlebih lagi popularitas drama Asia pun terdorong mengekornya para stasiun televisi lain untuk mengikuti jejak Indosiar dalam menayangkan serial drama Asia di layar kaca Indonesia.
Euforia drama Asia di Indonesia juga mendorong para penggemarnya ingin lebih jauh mengetahui segala hal tentang drama tersebut dan juga para artisnya. Tidak heran jika sejak popularitas Meteor Garden meledak, muncul banyak majalah atau tabloid hiburan yang memfokuskan pada seluk beluk drama Asia maupun para bintangnya.
Dalam hal ini, Indosiar patut berbangga karena mampu menjadi ‘trendsetter’ genre drama Asia di tidak hanya di layar kaca Indonesia, namun juga mampu membuat pemirsa drama Asia ingin mengetahui lebih jauh tentang drama tersebut beserta artisnya dalam berbagai bentuk media massa termasuk Internet.
Tidak hanya itu, Indosiar juga menfasilitasi kedatangan para artis drama Asia untuk berjumpa dengan para penggemarnya seperti F4 dan Barbie Hsu, Kwon Sang Woo, Rain dan banyak lainnya sehingga fenomena drama Asia tetap bertahan hingga sekarang. Pada akhir tahun 2005, Indosiar kembali membuat terobosan cukup berani karena menayangkan serial drama Asia dari Korea yang bertema sejarah, bukan drama bertema percintaan seperti biasanya. Apalagi kalau bukan serial “Jewel in The Palace”.
Pada awalnya serial drama sejarah berseting pada masa Dinasti Joseon awal abad ke-16 di Korea yang dibintangi Lee Young Ae tersebut diragukan mampu merebut hati pemirsa Indonesia karena temanya lebih “berat”, namun ternyata mampu meledak di pasaran.
Fenomena tersebut menyadarkan kita bahwa penggemar drama Asia tidak hanya suka mengkonsumsi kisah-kisah cinta belaka namun juga bisa menikmati kisah bertema lain seperti perjuangan seorang wanita bernama Jang Geum (Lee Young Ae) dari seorang koki Istana menjadi seorang tabib (dokter) yang pertama di kerajaan dinasti Joseon tersebut.
Kisah tersebut yang membawa pesan moral, sifat tidak putus asa, kebangkitan perempuan, kesederhanaan dan etika itu ternyata bisa disukai pemirsa layar kaca Indosiar, tidak hanya kaum wanita, namun juga hampir semua kalangan tidak peduli pria-wanita, tua-muda, miskin-kaya, ganteng-jelek.
Label: Boys Before Flowers
0 Comments:
Subscribe to:
Posting Komentar (Atom)